Senin, 31 Mei 2010

gadis origami dan harapan

Langit begitu cerah, dan berjuta – juta udara segar segera menyeruak masuk kedalam rongga hidung Rian. Segera dia memperhatikan disekeliling jendela apartemennya, dan pandangan matanya tertuju pada sebuah burung kertas yang berserakan tak beraturan. Sudah beberapa hari kejadian itu terjadi, sehingga terbersit rasa penasaran didalam benaknya.

‘kira – kira siapa ya yang melakukannya?’ gerutu Rian.

Namun pikiran itu segera berlalu sehingga rencana untuk mencari tau siapa yang menaruh burung kertas itu dihalaman apartemennya. Tak lama berselang, dia segera bangkit menuju kamar mandi untuk segera bersiap – siap kekampus. Hari ini dia ada jadwal sehingga dia harus buru – buru kekampus. Tidak berleha – leha seperti biasa. Kegiatan yang dia lakukan dikampus selain mengikuti mata kuliah adalah nongkrong dengan teman sekaligus mengakses internet secara gratis. Bahkan kadang – kadang dia bersama dengan anggota band yang tidak jelas asal serta nama untuk band mereka. Hanya saja mereka senang untuk gabung dan melatih kemampuan mereka disetiap bidang yang ditekuni.

Ditempat lain, seorang gadis yang terlihat begitu pucat terus membentuk origami diatas kertas putih buram dengan berbagai bentuk, hingga sebuah dering handphone mengagetkannya dan menghentikan kegiatan melipat kertas origami dan dengan gontai berusaha meraih handphone yang bunyinya membahana diseuruh ruang apartemennya.

“halo…”

“sayang kamu dimana. Semua khawatir, termasuk kakakmu Rion. Dia panic setengah mati begitu dia pulang dan mengetahui kalau kamu menghilang dari rumah sakit selama masa…”

“mamaku sayang. Biarpun aku menjalani itu, aku tetap akan mati kan. Hanya memerlambat kematianku. Cepat atau ambat bagiku sama saja.”

“Yuuna sayang. Kamu dimana? Kakak khawatir. Kamu ada dimana? Setidaknya kakak bisa temani kamu, atai tidak menjengukmu jika kau tak ingin ditemani.” Kali ini terdengar suara cowok yang agak lebih keras nada dari nada suara wanita yang sebelumnya

“kakak… Yuunamu sayang baik – baik aja. Mungkin Yuuna agak jauh pergi dari rumah. Sekarang Yuuna ada dimamuju. Kakak tahu kan letaknya dimana?” ucap gadi pucat yang sejak tadi hanya terbaring sembari menerima telepon.

“ya ampun Yuuna sayang. Kenapa kau jauh sekali menghilang. Oke, kakak akan kesana sekarang. Kakak akan mengurus kantor kakak supaya bisa dipindahtugaskan dikota yang sedang kau tinggali. Kebetulan papa baru buka cabang disana”

“memang papa punya kantor disini?”

“aduuh adikku Yuuna. Papa sudah membangunnya beberapa bulan yang lalu.”

Dan percakapan terus berlanjut sampai gadis pucat itu menutup telepon dan mendesah panjang. Pikirannya melayang entah kemana hingga dia tertidur lelap dan bermimpi indah mengingat kembali masa ketika dia belum terkena penyakit terkutuk yang sebenarnya bisa sembuh jika dia ingin melihat kakaknya agak tersiksa. Golongan darah dan gen yang dia miliki hampir sepenuhnya mirip. Padahal mereka bukanlah saudara kembar. Tapi itu adalah sebuah keajaiban dalam keluarganya, karena belum ada kejadian yang sama dengan sepupunya yang lain. Papa dan mama mereka hanya heran ketika mereka tes DNA dan golongan darah.

Rian terus berkutat dengan computer berlayar buram dihadapannya. Sesekali kepalanya memperhatikan kertas coretan yang ada disamping monitor kemudian kembali menatap monitor sambil jari jemarinya memainkan tuts – tuts keyboard dengan lincah.

Terkadang rasa kantuk menguasai kepalanya sehingga ketika dia sudah mulai mengantuk, kepalanya akan beradu dengan monitor. Tiba – tiba terdengar bunyi aneh yang sering dia dengar ketika harus begadang untuk mengerjakan tugas hingga larut malam. Bunyi perut yang kelaparan dan ingin untuk segera diisi oleh beberapa snek agar mampu untuk begadang menyelesaikan tugas kuliahnya.

“baiklah. Aku tau kau pasti ingin makan” ucapnya sambil memegang perutnya yang terus mengeluarkan suara aneh.

Dia hanya mensave file yang baru saja dia ketik dan memasang komputernya dalam keadaan standby. Lalu menyambar jaket yang tergantung dibalik pintu apartemennya, dan tak lupa dia mengenakan topi yang dirajut sendiri oleh almarhum ibu kandungnya. Setelah ayah Rian menikah untuk kedua kalinya, ayahnya harus berkonsentrasi pada kedua adik tirinya yang masih kecil dan bandel.

Rian kini berada ditengah jalan yang dingin, basah dan lembab karena hujan baru saja mengguyur kota mamuju yang sudah tak seperti ketika dia masih kecil dulu. Sudah sangat ramai dan tentu saja beberapa hal yang tak dapat dideskripsikan jika tak melihatnya sendiri.

‘Alhamdulillah masih ada toko yang buka’ ucap Rian bersyukur. Dia segera mengambil roti tawar, selai coklat, dan beberapa minuman soda. Kebetulan isi kulkasnya sedang kosong. Tak lupa untuk mengisinya, dia membeli beberapa taro, oreo, dan beberapa snek lainnya. Tak lupa juga dia membeli beberapa karton susu. Untuk bahan pokok sehari – harinya selalu dia penuhi hanya pada hari minggu di pasar tradisional, bukan disupermarket. Alasannya sangat simple, dipasar tradisional semunya bisa ditawar, tapi kalau disupermarket semua harga sudah ditetapkan.

“semuanya seharga Rp. 120 ribu” ucap penjaga toko

Lalu Rian mengeluarkan selembar uang seratusan didompetnya dengan uang dua puluh ribuan. Sehingga tak ada uang kembalian seperti biasa. Rian segera melenggang meninggalkan toko dan bergegas menuju apartemennya.

Setibanya disana, segera Rian mengutak – atik belanjaannya. Separuh dia masukkan kedalam kertas dan yang lainnya dia bawa ke temat computer yang sedang standby. Setelah meneguk beberapa centi susu karton, dia lalu meletakkannya dimeja kecil disamping PC. Tragedy sebulan lalu membuatnya menghabiskan uang tabungannya hanya untuk memperbaiki monitor yang terkena tumpahan susu ketika tak sengaja dia meyenggolnya. Sehingga kali ini dia begitu hati – hati jika sedang begadang sampai pagi hanya untuk membuat tugas dari guru killer yang sangat da benci namun akan dia temui sepanjang dia masih kuliah di Universitas

“benar – benar tak baik. Andai saja aku bisa mengulang waktu…” Rian menyandarkan kepalanya dikursi yang sejak tadi dia gunakan untuk mengetik. Kemudian meraih taro dan membukanya “…tapi sudahlah. Ini semua sudah direncanakan oleh Allah. Aku harus bersyukur.”

Beberapa taro langsung habis didalam mulut Rian, bunyi taro yang bergesekan dengan gigi, mulut serta lidah dan langit – langit mulut Rian membuat rasa tersendiri untuknya. Snak taro yang tak terlalu hancur itu menghantam lambung yang membuatnya merasakan kantuk, namun dia tahan demi tugas kuliah yang harus dia kumpulkan beberapa hari lagi. Berpacu dengan waktu sungguh membuat dia lelah. Tapi begitulah nasib yang harus dia jalani untuk beberapa tahun ini. Sampai dia betul – etul bisa menjadi seorang pengusaha, agar ayahnya bangga dan bisa mengharapkannya, sebagai bayaran untuk ayahnya yang telah merawat ibunya ketika dia sakit, dan juga keharmonisan yang sudah mereka jaga selama bertahun – tahun. Walaupun kadang terlintas dibenaknya bawa kematian ibunya adalah karena guna – guna atau racun yang diberikan ayahnya, agar ibunya cepat mati dan segera menikahi janda yang memiliki dua anak itu. Tapi pikiran positif segera dia tepis, sehingga alternative untuk menghilangkan pikiran negatifnya, dia menatap langit yang terkadang ditemani bulan. Hanya dengan seperti itu, dia bisa merasakan bahwa ibunya tela berada disurga dan selalu memperhatikan setiap tingkah laku yang dia lakukan.

Ketika dia membuka jendela yang bisa dijadikan pintu menuju halaman apartemennya, kejadian yang sudah terjadi beberapa bulan ini terus menghantui pikirannya namun segea menghilang bagaikan pasir yang tertiup angin ketika dia melihat jam yang ada dimeja kecil disamping ranjangnya, yang kadang berfungsi sebagai tempat untuk menaruh snek ketika harus mengerjakan tugas sampai harus begadang.

‘burung kertas lagi? Sebenarnya siapa orang iseng yang selalu menaruh burung kertas dihalaman apartemenku?’… pandangannya tertuju pada origami kertas pink berbentuk bintang ‘kali ini bintang ya?’ lanjutnya dalam hati

Segera dia memungut semua kertas yang ada dihalaman apartemennya, dan kembali melanjutkan kegiatannya. Menatap bintang yang malam ini tak ditemani oleh bulan.

TOK TOK TOK

Suara ketukan dari pintu terdengar begitu mengganggu ditelinga Yuuna, dengan gontai dia menuju pintu dan segera membukanya. Beberapa koper yang ada dikaki orang yang sedang beada didepannya itu membuat dahi Yuuna berkerut.

“Yuuna. Jadi kamu tinggal disini ya?” ujar cowok yang sedang berada didepan Yuuna

Tanpa dipersilahkan, cowok yang berada didepan Yuuna segera masuk kedalam kamar Yuuna dan menaruh kopernya disembarang tempat. Langsung berbaring ditempat tidur Yuuna dengan perasaan bersalah.

“kak. . . Yuuna mau tidur. . . disitu. . .” ucap Yuuna menunjuk ranjang yang sedang ditempati cowok tu sekarang.

Cowok itu segera bangun “sini. . .” ucap cowok itu sambil memukul – mukul ranjang yang sedang dia tempati. “Kakak kangen sama kamu. Setelah kakak kulia di Jerman, kakak kembali lagi ke Jakarta. Kakak langsung mencari kamu. Tapi mama bilang kamu kabur lagi dari rumah sakit. Semua teman – temanmu tidak ada yang tau kamu dimana. Hanya mama merasa senang karena kamu masih tetap menghargai mama dengan tetap memakai handphone dan kartu yang diberikan mama sama kamu.” Ucap cowok yang sekarang sudah duduk disamping Yuuna.

“kak. . . Yuuna minta maaf. . . Yuuna rasa. . . terapi itu. . . takkan berhasil. . . biar bagaimanapun penyakit Yuuna pasti akan merenggut nyawa Yuuna. Terapi itu anya akan memanjangkan sedikit nyawa Yuuna namun mengakibatkan efek yang tak Yuuna sukai. . . Yuuna tidak suka. . .” ucap Yuuna. Dia erusaa menyembunyikan wajahnya dibalik rambut yang sudah mulai menipis, tak setebal dulu. Bulir – bulir bening mengalir diwajahnya, sehingga tetesan – tetesan kecil membuat tangannya basah.

“yuuna sayang. . . kakakmu ini akan tetap ada bersamamu sampai kapanpun.” Ucap Rion lalu memeluk Yuuna erat. Yuuna tak memberontak seperti biasa, karena kali ini dia betul – betul membutuhkan kasih sayang itu. Kasih sayang yang selama ini dia tolak selain papa yang memberikannya, dan terkadang dia juga menolak kasih sayang yang diberikan oleh kakaknya, sekaligus saudara satu – satunya.

“bentar ya kak…” Yuuna segera berdiri dan mengambil beberapa origami dan melemparkannya “selamat tinggal. Jika memang besok aku masih hidup. Aku pasti akan melakukannya lagi, dan bertemu dengan orang yang Yuuna suka. Pasti…”

Yuuna segera kembali dan tidur dipangkuan Rion. Rion tak tidur untuk malam itu. Hanya demi menjaga adiknya untuk satu malam saja. Rambut halus Yuuna yang menipis sewaktu menjalani terapi melindungi wajah Yuuna, sehingga Rion mengambil tiap – tiap helai rambut Yuuna dan menyatukannya bersama rambut lainnya. Wajah Yuuna tak setenang dulu ketika ingin tidur. Wajahnya juga tak semerona ketika masih sehat dulu. Penyakitnya membuat perubahan yang begitu besar kepada adiknya.

_mimpi Yuuna_

Yuuna kembali lari pagi di pantai mamuju. Hari ini lebih ramai dari hari sebelumnya, karena ari ini adalah hari minggu. Jadi banyak orang termasuk siswa sekolahan yang seumuran Yuuna juga ikut memeriahkan jalan subuh kali ini. Ada beberapa anak cewek dan cowok yang menghuni lapangan basket kodim. Tak lama setelah mereka mengobrol, mereka mengambil bola dan segera memulai latihan.

BRUK

Yuuna terjatuh karena menabrak seseorang. Benturan yang dialaminya membuat kepalanya pening.

“kamu tidak apa – apa?” ucap orang yang ditabrak Yuuna.

“aku gak. . .” ucap Yuuna mencoba bangkit. Namun pening dikepalanya semakin terasa sehingga dia harus kembali jatuh. Untung cowok yang ada didepannya segera menangkapnya. “maaf. . .” ucap Yuuna lirih, dan enta didengar ole cowok yang menolongnya atau tidak.

Sepintas dia meliat wajah cowok yang dia tabrak dan menolongnya

‘keren banget. . .’ ucap Yuuna dalam hati. ‘mungkinka aku isa memilikimu seelum penyakit ini merenggut nyawaku?’ ucap Yuuna lagi sehingga Yuuna memilih untuk menundukkan wajahnya dibandingkan terus menatap cowok yang sekarang sedang menggendongnya.

_end_

Sinar mentari pagi menimpa wajah Yuuna. Ribuan cahaya segera berlompatan masuk kekornea mata Yuuna dan membuat Yuuna merasa silau, namun tak lama setelah itu, semua kembali pada keadaan semula.

“pagi kak” ucap Yuuna ketika Rion menghidangkan makanan untuk mereka berdua.

“pagi juga adikku” balasnya.

Ketika Rian membuka pintu sekaligus jendela beranda apartemennya, beberapa origami telah menghuni berandanya.

“kali ini aku harus mendapatkan siapa yang menaruh origami ini diberanda apartemenku” ucap Rian berapi – api. Kali ini dia menanam tekad dan ucapan itu dipikirannya sehingga tak mudah hilang begitu saja.

***

Ketika pulang dari kampus, Rian segera menuju berandanya, dan ternyata dugaannya benar. Dia menemukan beberapa origami tergeletak begitu saja dihalamannya. Sehingga dia berinisiatif untuk menunggui kertas berikutnya jatuh keberandanya.

Dan~~~

Perut Rian berbunyi meminta jatah yang seharusnya diberikan sejam yang lalu. Tapi terus dia tahan. Akhirnya dengan perasaan yang tak begitu baik, dia mengambil makanan bungkus yang tadi dia beli diwarung sebelah kampusnya, dan mengambil snek yang ada didalam kulkas untuk segera dia bawa ke beranda.

Ketika ada diberanda, beberapa origami sudah ada dihalamannya. ‘aduh! Andai saja aku tidak masuk kedalam untuk mengambil makanan, aku pasti sudah mengetahui siapa yang selalu menaruh origami diberandaku.’ Gerutu Rian.

Setelah makanannya habis, kini perasaannya berubah menjadi rasa kantuk yang sangat. Ketika dia berusaha membuka matanya, origami itu berjatuhan satu persatu sehingga jumlah semua origami burung itu berjumlah 5 buah. ‘terlalu sedikit ya, tapi setidaknya aku tau, kalau origami itu jatuh dari atas apartemenku. Sebenarnya siapa sih?’ fikir Rian.

Didepan pintu, Rian mengetuk pintu beberapa kali kemudian menunggu respon, kemudian mengetuk lagi.

“siapa ya?” ucap seseorang yang kemudian membuka pintu

“maaf. . .”

“mau cari kakak ya? Maaf, kakak lagi keluar beli makanan. Tunggu saja.” Ucap gadis

“Bukan… aku Cuma mau nanya, origami ini apakah jatuhnya dari kamar ini?” ucap Rian seraya memperlihatkan origami burung dan bunga ditangannya.

“itu punyaku. Maaf ya…” ucap Yuuna sambil menunduk “maaf kalau mengotori beranda apartemenmu.” Lanjut Yuuna lagi.

“bukannya begitu. Maaf sebelumnya, tapi sejak kecil aku tak pernah bisa membuat origami. Kalau bisa, ajarkan aku ya?!” ucap Rian

Semenjak saat itu, setiap kali Rian pulang dari kuliah, dia pasti membawakan beberapa kertas agar bisa belajar membuat origami burung

_bersambung_

nanti dilanjut lagi ya....

Kamis, 13 Mei 2010

setiap orang pasti pernah berharap. dan dari harapan itu terciptalah sebuah karya
impian juga demikian. karena dari impianlah setiap orang berharap lalu harapannya itu dia gunakan agar semua keinginannya menjadi kenyataan
tapi aku tidak demikian.
aku suka sekali bermimpi
tapi tak ada satupun harapan yang dapat aku wujudkan.
kasian sekali bukan...
tak ada yang mendukung setiap harapan dan impian yang terucap dari bibir mungilku

aku tau mereka sangat sayang akan diriku.
fisikku memang lemah. tapi apakah aku tidak dapat bermimpi dan berharap sama seperti yang lainnya?