Jumat, 25 Juni 2010

Kamis, 24 Juni 2010

Sabtu, 05 Juni 2010

seen star luminosity from smiling

Seperti mentari yang memberikan sinar kesejukan pada setiap makhluk yang ada dibelahan dunia ini. Seperti bulan yang menemani malam bersama bintang yang bergemerlapan. Tapi mengapa engkau terus berdiam laksana batu yang tak punya kehidupan?

Tak urung niatku untuk melangkah, agar engkau tau apa yang tersembunyi dalam setiap potongan hatiku. Kuingin engkau menjadi pelengkap dalam puzle hatiku yang tak dapat kususun secara sempurna. Kekosongannya yang tak dapat tergantikan membuatnya menjadi tak tersentuh oleh puzle yang lain.

Meskipun langit berhenti menaungi, meskipun bintang lelah menemani bulan. Kau akan tetap ada dihatiku, sebuah kunci yang terus mencari gembok untuk membuka rahasia yang tersimpan didalamnya.

Secarik kertas terjatuh diantara tumpukan buku yang sudah usang. Seorang gadis kecil tersenyum saat membacanya entah apa yang terlintas dipikirannya. Terkadang senyumnya terlihat bahagia, tapi terkadang senyumnya seakan menyimpan sebuah rahasia yang tak seorang pun dapat menebaknya.

“sayang, kamu sudah selesai membereskan ruangan ini untuk menjadi kamar barumu?” terdengar sebuah suara seorang wanita paruh baya.

“sebentar lagi ma. Mungkin butuh waktu lama. Apa lagi ada beberapa yang mau aku simpan.”

“gak perlu disimpan. Semuanya itu barang punya papa dan mama. Semua itu sudah tak dapat kami pakai.”

“tapi aku ingin memakainya.” Suara gadis itu meninggi

“ya sudah, kalau itu maumu”

Setelah percakapan itu, dia kembali melanjutkan apa yang dia kerjakan sebelumnya. Membereskan sebuah ruangan untuk menjadi kamar barunya. Terkadang terdengar lantunan merdu dari bibir mungilnya. Pikirannya melayang jauh entah kemana ujungnya. Semua menjadi teka – teki bagi setiap orang yang melihatnya. Tatapannya memang selalu memberikan arti, meskipun begitu, arti yang dapat ditebak oleh lain hanya bahwa dia tak pernah ingin membuka hatinya untuk siapapun. Yach, siapapun.

“Quin, kamu sudah selesai membereskan kamar barumu?”

“belum kak, sebentar lagi.”

Dia terdiam. Duduk diatas sebuah ranjang dengan dialasi seprei lusuh yang dipenuhi dengan debu yang entah sudah berapa meter tingginya. Namun gadis itu tetap tak peduli dengan keadaan itu.

“kak! Coba sini bentar deh. Aku punya sesuatu yang mungkin kakak suka.” Teriak gadis itu.

Tak lama setelah itu, suara langkah terdengar dan semakin lama semakin mendekati ruangan gadis itu. Seorang cowok dengan tinggi sekitar 176 cm berdiri didaun pintu. Dengan seorang gadis kecil yang tingginya sangat berbeda jauh dengan cowok itu.

“Kak, Luna, coba deh baca buku ini. Kata – katanya bagus banget.”

“benarkah? Tapi, kakak tak begitu suka dengan kalimat romatis. Bisa – bisa image kakak jadi jatuh kalau ada gosip yang menyebar kalau kakak suka dengan kalimat romantis”

Tawa mereka meledak memenuhi ruangan itu. Wanita paruh baya yang sedang berada di dapur hanya menggelengkan kepala kemudian melanjutkan kembali pekerjaannya. Menaruh barang ditempat yang seharusnya.

“buat Luna aja kak. Aku kan suka dengan kalimat romatis. Siapa tau aja kak Riku suka dengan kalimat – kalimat itu”

“Luna. . . Riku itu pacarku.”

“hehehe kan aku suka dengan kak Riku, kak.”

“Luna. Gak boleh gitu dong. Riku kan pacarnya Quin.”

“huh! Mentang – mentang aku yang paling kecil. Aku terus yang selalu mengalah.”

Quin dan Rendra hanya tersenyum melihat tingkah adik kecil mereka.

***

“perkenalkan. Namaku Quinshi Runa Hoshina. Kalian bisa memanggilku Quin. Aku baru saja pindah bersama keluargaku, jadi mohon bantuannya ya.” Gadis itu memperkenalkan diri kepada beberapa siswa yang sedang duduk didepannya. Peristiwa yang sama juga terjadi dengan Rendra dan Luna, hanya saja perkenalan Rendra lebih singkat. Hanya Luna yang berbeda sekolah. Rendra dan Quin hanya terpaut satu angkatan kelas.

“baik. Quin, kamu bisa duduk disamping Naoya.”

“Pak, apakah aku bisa duduk disamping Riku?”

“silahkan. Lagi pula, teman sebangku Riku tak ada.”

Quin terlihat senang saat melangkah menuju bangku Riku.

Riku adalah teman sekaligus pangeran Quin sejak kecil. Dulu mereka tetangga, namun karena alasan tugas kedua orang tuanya, akhirnya Riku memilih untuk ikut dengan kedua orang tuanya.

“tempat ini sudah ada yang punya sudah minggir sana.”

“ih Riku jahat deh. Masa gak kenal aku sih? Aku Quin!”

“siapa Quin? Aku gak kenal.”

Gadis itu kembali berpikir kemudian sebuah senyuman terbersit dalam pikirannya. “kamu masih ingat dengan Rendra?”

“ada apa dengan kak Rendra?”

“aku adiknya. Dulu kamu sering memanggilku Hoshina”

“eh beneran?!” Riku tiba – tiba berteriak

“Riku! Kalau tak ingin mengikuti pelajaran bapak, silahkan keluar.”

“maaf pak.” Ucap Riku tak lama setelah itu “eh jadi gimana kabarnya Rendra?”

Mereka terus bercanda sampai mata pelajaran bahasa berakhir. Mereka menuju ke kelas 2b SMA Mitsuki.

“kak Ren!!!” teriak Quin sambil melambaikan tangannya.

Mereka lalu berjalan menuju Rendra. Rendra tak bergerak dari tempatnya berdiri, menunggu Quin dan Riku berjalan ke arahnya.

Mereka bertiga bercanda. Riku baru ingat kalau Quin adalah teman bermainnya ketika masih berada di desa Aluto. Entah alasan apa banyak memory yang terhapus dari ingatan Riku. Mungkin karena faktor kecelakaan beberapa tahun yang lalu.

Sepulang dari sekolah, Riku mengunjungi rumah Quin. Mama Quin menyambut hangat Riku. Rendra langsung mengajak Riku ke kamarnya. Disana sudah ada Quin dan Luna, yang sedang bermain tepuk tangan. Gak pa – pa kan walaupun Quin sudah SMA, tapi kan Luna masih SD. Luna hanya mengenal Riku melalui foto dan cerita yang didengarnya dari kakaknya, Quin dan Rendra. Luna menjadi iri dengan Quin karena mendapat teman yang baik seperti Riku

“kak Rendra, yang ini ya yang namanya Kak Riku?” tanya Luna

“wah adik kecil dari mana kau tau namaku”

“oh ya Riku, perkenalkan adikku. Namanya Lunary, kau bisa memanggilnya Luna.” Ucap Quin, memperkenalkan Luna”

“salam kenal Luna. Memang benar, aku Riku.”

“wah gak nyangka ternyata kak Riku lebih keren dari yang aku pikirkan” ucap Luna sambil memangku dagunya di tangannya.

Riku hanya terdiam sambil terus memperhatikan Luna yang terus berdecak. Sampai Rendra mengagetkan Riku. Akhirnya mereka terus bercanda. Sekali mama Quin datang membawakan kue dan minuman untuk mereka. Mama Quin memang ramah pada setiap orang yang datang. Bagi Quin Rendra dan Luna, dia adalah mama yang selalu bisa diandalkan, baik dalam sahabat maupun untuk teman bermain dan menjawab tugas sekolah. Riku selalu iri dengan keluarga Quin karena Riku tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti Quin dari orang tuanya. Walaupun Riku berusaha, tetap saja itu biasa saja bagi orang tua Riku. Namun jika hanya melihat sepintas orang lain iri dengan Riku yang selalu bisa membanggakan orang tuanya. Padahal orang tua Riku sendiri tak pernah bangga dengan dirinya. Sampai suatu hari terbersit keinginan Riku untuk mengambil perhatian orangtuanya dengan cara mencoba melakukan bunuh diri. Namun itu tak berhasil. Memang kedua orangtuanya panik dan datang untuk menjenguk satu – satunya ahli waris keluarga Sakurana. Aneh memang nama Riku, sewaktu kecil dulu Quin sering memanggil Riku dengan Rikushi. Dan selalu berhasil membuat Riku marah dan mengejarnya. Bagi Riku dengan adanya keluarga Hoshina sudah bisa menjadi pengganti keluarganya yang tak memperdulikan dirinya sama sekali. Dan dengan pindahnya Quin dan keluarga ke kota Raiko, berarti keluarga baru Riku telah kembali ke pelukannya. Hanya perumpamaan kok, arti sebenarnya adalah dia sudah mendapatkan kembali keluarganya. Aku yakin, kalian pasti mengerti.

“hahhh aku ingat sekarang. Kamu bukannya pacarku?!” teriak Riku membuat Rendra kaget. Quin hanya tersipu dengan kalimat yang baru saja diucapkan Riku.

“jadi selama ini kak Riku menganggap kak Quin sebagai apa dong?” Luna langsung saja menyerobot dan menanyai hal yang menurut Quin terlalu cepat. (menurutnya nih.)

“ahahahahahaha kau ini. . . kau cukup pintar untuk ukuranmu.” Ucap Riku sambil mengelus rambut Luna. Quin juga ikut tertawa dengan hal itu, dia betul – betul tidak berubah dengan setiap cewek maupun anak – anak yang dia temani. Pasti akan langsung akrab dan ramah pada siapapun itu. Ucap Quin dalam hati

Rion berdiri dan berjalan kearahku. Ngapain sih? Ucapku dalam hati

“mulai hari ini, aku umumkan kalau Hoshina kembali menjadi Quinku dan aku adalah King. Bersama selamanya sampai maut memisahkan kita.” Ucap Riku sambil melingkarkan tangannya dileher Quin.

“Amin. Semuanya sah?” ucap kak Rendra sambil menoleh kearah Luna

“SAH!!!” teriak Luna yang membuat semua harus menutup telinga saking kerasnya suara yang dia buat. Mama yang ada dibawah pun segera berlari menuju kamar Kak rendra karena takut terjadi sesuatu kepada para putra dan putrinya

“sudah waktunya makan siang. Riku juga ikutan ya… mama tau rumah Riku jauh, karena harus pakai motor”

“ketebak ya tante. Ya sudah, Riku ikutan. Kan gak enak menolak ajakan seorang wanita yang telah melahirkan anak – anak yang sebaik dan sekeren Kak Rendra, Quin, dan Luna” ucap Riku. Mama hanya tertawa sedikit lalu segera kebawah disusul oleh anak – anaknya plus Riku.

_bersambung_